Kamis, 29 Mei 2008

NESTORIANISME DAN RELEVANSINYA BAGI GEREJA DI INDONESIA

A. Lahir dan Berkembangnya Nestorianisme

Lahirnya Nestorianisme erat kaitannya dengan perselisihan di dalam Gereja antara aliran teologi di Antiokhia dan di Alexandria, yakni mengenai hubungan antara tabiat ilahi dan tabiat manusia dalam pribadi Kristus. Gereja Antiokhia yang berakar pada lingkungan Yahudi menekankan keesaan Allah dan kemanusian Kristus. Yesus digambarkan sebagai manusia, tetapi Allah tinggal di dalamnya. Tabiat Ilahi dan tabiat Yesus dianggap terpisah. Sedangkan Gereja Aleksandria yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani menekankan keillahian Kristus. Kristus dipandang sebagi logos yang menjadi manusia. Penyatuan tabiat ilahi dan tabiat manusia dalam pribadi Yesus ditekankan.

Nestorius lahir di Germanaica menjelang akhir abad ke-4. Ia belajar di Antiokhia, mungkin pada Theodorus dari Mopsuestia. Di Antiokhia ia tinggal dalam biara Euprepios. Pada tahun 428 ia diangkat menjadi patriakh Konstantinopel oleh Teodosius II. Ia sangat menentang penyesat. Sehingga ia mengajak kaisar untuk menghapus penyesat-penyesat itu. Ia berkata “Berilah kepadaku, ya kaisar, bumi yang bersih dari penyesat-penyesat dan sebagai gantinya aku memberikan kepadamu sorga. Bantulah aku untuk memerangi penyesat-penyesat dan aku akan membantumu memerangi Persia.”[1]

Ternyata dalam jemaatnya sendiri terjadi perselisihan mengenai gelar Bunda Allah (Theotokos) dan bunda Manusia (Antropotokos) untuk Maria. Terhadap gelar–gelar tersebut Nestorius berpendapat bahwa gelar tersebut mudah menimbulkan salah paham. Bunda Allah akan memancing Jemaat untuk akan mengartikannya menurut bunda-bunda dewa dalam agama kafir, seolah-olah Kristus sebagai Allah, menurut KeallahanNya dari Maria. Menurut Nestorius sebenarnya gelar itu tidak dapat dikenakan kepada Maria, karena Maria tidak mangandung ke-Allah-an, melainkan seorang manusia. Maria hanyalah alat untuk ke-Allah-an.

Nestorius kemudian menciptakan gelar baru bagi Maria yaitu Bunda Kristus (Kristokos) sebab dalam pandangannya, Kristus adalah Allah dan manusia pada saat yang sama [2]. Namun Nestorius tidak berhasil memperdamaikan jemaatnya. Malah ia semakin ditentang oleh Ciryllus uskup Aleksandria yang mempertahankan bahwa kedua tabiat Kristus itu bercampur sedemikian rupa , sehingga menjadi satu tabiat saja. Cyrillus juga mempertahankan penggunaan gelar Theotokos bagi Maria. Pertikaian ini bertambah hangat dan keras karena itu maka kaisar memanggil konsili yang bersidang di Efesus[3]. Dalam konsili ini ajaran Nestorius dikutuk oleh pengikut Cyrillus, demikian pula sebaliknnya sehingga perdamaian tidak dapat dicapai.

Pada tahun 448 perselisihan ini mulai berkobar lagi, tatkala seorang sarjana teologi yang bernama Eutyches mengajarkan bahwa sebenarnya Kristus hanya bertabiat satu saja. Kemanusian Kristus dipengaruhi oleh keillahianNya semata, sehingga kemanusiaan itu kelihatanya saja menyerupai kemanusiaan kita. Oleh karena itu diadakan konsili Calsedon (451)[4].

Dalam konsili ini diputuskan beberapa hal sebagai berikut[5]:

1. Mengenai kemanusiaan dan keillahian Kristus:

“… Tuhan kita Yesus Kristus . . . adalah Allah sejati dan manusia sejati . . . Ia sehakekat (homoousias) dengan Sang Bapa sebagai Allah, sehakekat dengan kita sebagai manusia, Ia sama seperti kita di dalam segala sesuatu kecuali dosa . . .”

2. Mengenai istilah diperanakan dan tujuan inkarnasi Yesus:

“Sebagai Allah Ia diperanakan dari Bapa sebelum segala zaman . . . tetapi demi keselamatan kita diperanakan dari Anak dara Maria, sang Teotokos.”

3. Mengenai kesatuan kedua kodrat atau tabiat:

“(Ia) diperkenalkan kepada kita dalam dua kodrat atau tabiat (yang berbeda), keduanya tidak bercampur, dan tidak berubah (melawan Eutyches), tidak terbagi dan tidak terpisah (melawan Nestorius), perbedaan tabiat tetap terpelihara, tetapi keduanya bersatu dalam satu oknum dan sehakekat . . . tidak terpisah atau terbagi menjadi dua oknum . . .”

B. Perkembangan Gereja Nestorian di Asia Barat, Arabia, India, Asia Tenggara

1. Gereja Nestorian di Persia

Perkembangan Gereja di Persia dan keputusan untuk menganut Nestorianisme, samangat dipengaruhi oleh sekolah teologi yang pada tahun 457 didirikan di Nisibis. Tokoh utama sekolah ini adalah Metropolit Bar Sauma dari Nisibis. Di samping mengintroduksikan teologi Nestorian, dia juga ingin mengurangi pengaruh kerahiban dan askese dalam Gereja di Persia. Sejak Afrahat ada pendapat ekstrim bahwa kehidupan Kristen sebenarnya hanya suci, jikalau seorang Kristen hidup tanpa nikah.

Pada sidang sinode di Beth Lapat pada tahun 484, disamping keputusan untuk menganut teologi Nestorian sebagai doktrin resmi juga diambil keputusan agar semua pendeta termasuk para uskup harus menikah. Pengaruh kerahiban dikurangi dan kerahiban diatur secara baru, tugas utama para rahib menjadi pengkhotbah dan pekabar injil. Akibat penolakan askese itu, maka sebagian orang Kristen di Mesopotamia Utara meninggalkan Gereja Nestorian dan menganut Monofisitisme. Fakta ini menjadi penyebab mengapa kemudian Gereja Yakobit dapat menyebarluaskan pengaruhnya ke Persia juga.

Selama beberapa ratus tahun terjadi perlawanan antara hierarkhi dan kerahiban dalam gereja Nestorian. Ini juga menimbulkan perbedaan dalam pemakaain terjemahan Alkitab. Para rahib memakai terjemahan Suriah kuno, yang dipengaruhi oleh Diatessaron , sedangkan para uskup dan pendeta memakai Peshitta. Disamping pelayanan Firman Tuhan banyak rahib juga aktif dalam diakonia, misalnya dirumah sakit.

Gereja Nestorian sejak abad ke-5 tidak lagi dipengaruhi oleh perselisihan gereja-gereja Barat. Tiga teolog yang ditolak oleh Greja Yunani Ortodoks dalam “Perselisihan Tiga Pasal” sangat dihargai oleh Gereja Nestorian, khususnya Theodorus dari Mopsuestina. Gereja Nestorian membentuk dialek Suriah sendiri, yang dimana-mana dia pakai sebagai bahasa liturgi, kecuali bacaan dan nyanyian rohani yang memakai bahasa setempat. Dialek Suriah itu juga ditulis dengan abjad tersendiri. Gereja Nestorian tidak mengenal gambar Kristus yang disalibkan tetapi hanya gambar Kristus yang lain dan “Salib Kemenangan.”

Gereja Nestorian dipimpin oleh Katholikos di Seleukia Ktesifon. Ada dua macam Metropolit di bawah pimpinan Katholikos. Metropolit yang dekat secara geografis berhak untuk memilih patriakh tetapi setiap empat tahun harus mengunjungi Patriakhat. Metropolit yang jauh berhak menabiskan uskup-uskup di dalam daerah wewenangnya tanpa konsultasi dengan Katholikhos. Aturan ini disebabkan masalah praktis, oleh karena kedudukan banyak Metropolit terlalu jauh dari Seleukia – Ktesifon sehingga sulit menjangkaunya.

2. Perluasan Gereja Nestorian di Asia Barat

Pada awal abad kelima sudah ada organisasi Gerejawi di Kerajaan Persia, yaitu Mesopotamia dan Persia. Disamping enam propinsi Gerejawi yang lama di Mesopotamia sudah ada propinsi Gerejawi di Persia. Beth-Madhaye (Media), Margaiana dan Partia. Beberapa keuskupan di kota yang jauh, yang didirikan pada abad V, pada abad VI telah menjadi Metropole, dengan beberapa keuskupan yang baru didirikan yaitu Merw (di Margiana), yang didirikan pada tahun 424, dan menjadi keuskupan agung pada tahun 524; Herat didirikan tahun 424 dan menjadi keuskupan pada 585. Di Afganistan pada abad VI, disamping Herat, beberapa keuskupan juga didirikan[6].

3. Gereja Nestorian di India

Gereja di India pada abad pertengahan menganut Monofisitime dan bergantung pada Gereja Yakobit. Tetapi penulis di Eropa membawa argumentasi yang kuat yang mendukung pendapat bahwa Gereja di India sampai abad XVI adalah sebagian dari Gereja Nestorian. Dalam catatan Komos Indikopleustes, seorang Nestorian dari abad ke-6 di sebutkan bahwa jemaat Kristen di Kalliana, di India Selatan dan di Ceylon, terdiri atas Kristen Nestorian.

Pada abad ke-7 ada jemaat Nestorian dimana-mana di India sebagai “diaspora”. Pada saat itu agama Kristen sudah disebarluaskan keseluruh India. Mungkin ada hubungan langsung lewat darat antara Gereja di Persia dan di India Utara. Hubungan dengan pusat Gereja Nestorian dari India Selatan terjadi melalui lalulintas laut dari Perat de Maisan (Basra).

  1. Gereja Nestorian di Arabia

Di Arabia utara, yaitu disebelah selatan Damsyik, tepatnya di Hauran, dan sebagian di Palestina, orang Kristen Arab menganut nestorianisme[7]. Kerajaan Persia mendirikan kerajaan penyangga di sekirat Al-Hira yaitu kerajaan Lakhmid. Sebagian penduduknya menganut nestorianisme, dan mereka disebut al-Ibad. Di Arabia timur pada zaman itu ada lima keuskupan di bawah metropolit Arabia timur. Dari Arabia timur dibawah ke Arabia Selatan. Sejak terjadi penganiayaan orang Yahudi pada tahun 520-523 yang menyebabkan Yaman kemudian menjadi daerah Etiopia, nestorianisme di ganti dengan monofisitisme. Gereja Nestorian mendapat kesempatan kembali untuk mengitroduksikan diri yaitu pada tahun 597 ketika Persia menaklukan Yaman.

  1. Gereja Nestorian di Asia Tengah

Perluasan agama Kristen di Asia tengah yaitu melalui jalan perdagangan yang disebut jalan sutra. Sehigga kota-kota besar menjadi pusat kekristenan di Asia tengah. Walau demikian, misi Nestorian mencapai suku-suku. Sejak tahun 498, sebagian dari suku Heftalit yang tinggal di hulu sungai Oxus masuk Kristen. Sejak tahun 549, ada keuskupan di antara suku Heftalit. Abad ke-7 suku Sogd di transoxania masuk Kristen[8].

  1. Misi Nestorian mencapai Tiongkok

Masuknya misi nestoerian di Tiongkok dapat diketahui melalui monumen Sian Fu. Kaisar Tai-Tsung pada tahun 638 mengizinkan palayanan penginjilan dalam kekaisarannya dan berdirinya sebuah biara di Sian Fu. Monumen Siang Fu juga berisi tentang ringkasan dogtrin nestorian yang di bawah ke Tiongkok, dogtrin tersebut diantaranya tentang kisah penciptaan dunia oleh Allah, kejatuhan manusia dalam dosa, banyak ajaran sesat, kelahiran Sang Mesias, kenaikan ke sorga, dan tentang memusnahkan kematian.

B. Relevansi Nestorianisme Bagi Gereja-Gereja di Indonesia

Harus diakui bahwa sampai saat ini gereja-gereja di Indonesia belum dapat mandiri secara penuh dalam berteologi. Artinya, dalam menyikapi berbagai persolan teologis di tengah-tengah bangsa yang beragam budaya, gereja nampaknya masih bergantung pada teologi-teologi Barat. Demikain halnya untuk memahami Kristologi, gereja Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari teologi Barat yang telah lama dihidupi. Namun gereja semestinya harus tetap mengambil sikap terhadap Kristologi Nestorianisme. Hal yang penting untuk dipertimbangkan adalah bahwa Nestorianisme sangat ekstrim menekankan pemisahan antara ke-Allah-an dan kemanusiaan Kristus. Dimana Nestorianisme lebih menekankan kemanusiaan Kristus

Jika hal ini diterapkan di Indoneisa maka akan berimbas pada munculnya pengertian baru yang dapat mengaburkan kepercayaan akan penebusan yang dilakukan oleh Allah yang sejati melalui Kristus. Artinya gereja menghadapi masalah tentang pokok yang sentral dalam kekristenan. Dengan demikian paham Kristologi Nestorianisme yang menekankan pemisahan tersebut tidak dapat diterima di Indonesia.

Hal lain yang semestinya digumuli adalah tentang doktrin Kristologinya. Gereja Indonesia tidak dapat memberikan penilaian salah-benarnya teologi Kristologi Nestorianme, karena setiap teologi lahir atas latar belakang sejarah. Demikian untuk gereja di Indonesia, dapat membangun teologi secara kontekstual dengan memperhatikan kebutuhan konteks di Indonesia.

Namun ada hal menarik yang dapat diadopsi dari kelompok ini. Dalam penyebaran misinya, kaum awam dapat memberikan kontribusi yang besar dalam gerakan misi yang dilakukan. Keyakinan yang kuat dari pengikutnya terhadap doktrin, secara aktif telah menyemangati mereka untuk melakukan peginjilan. Jika dilihat bahwa kenyataan yang ada di Indonesia, menyiratkan bahwa warga gereja masih cenderung berlaku pasif terhadap penginjilan. Pola pikir warga Gereja belum berubah, dimana tugas penginjilan di berikan proporsi yang besar hanya kepada para misonaris dan hamba-hamba Tuhan. Artinya belum muncul kesadaran dari dalam diri jemaat untuk memotifasi diri sendiri untuk turut terlibat dalam penginjilan.



[1] F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat. Jakarta: BPK Gunung Mulia 2003. p 141.

[2] Ibid. p142

[3] Ibid. p143.

[4] A. Kenneth Curtis,dkk.”100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Gereja” Jakarta: BPK Gunung Mulia p. 33

[5] Jon Culver. “Silabus Sejarah Gereja UmumBandung: Institut Alkitab Tiranus p. 69

[6] Klaus Wetzel. “Kompendium Sejarah Gereja AsiaMalang: Yayasan Penerbit Gandum Mas. p 56.

[7] Ibid. p57

[8] Ibid. p58

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Apa maksud anda menulis: "Gereja Aleksandria yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani menekankan keillahian Kristus..."? Filsafat Yunani apa ini maksudnya? Bukannya justru Nestorian itu menganut filsafat Yunani Hercules dan itu nya?